Belajar Pengembangan Diri Dari Kisah Penebang Kayu

Alkisah di sebuah desa, suatu hari hiduplah seorang penebang kayu yang berusia 36 tahun. Kondisinya yang masih bugar dan sehat dan ditambah dengan kekuatan fisiknya yang prima membuat dirinya mampu menebang 12 pohon perharinya. Sang penebang kayu ini pun terlihat sangat membanggakan kemampuannya di depan penabang kayu lainnya.

Suatu ketika, kebun yang biasa tempatnya bekerja ditutup karena bangkrut. Penebang kayu ini pun kehilangan pekerjaannya. Maka dia pun kemudian berkelana dari satu tempat ke tempat lainnya hingga akhirnya dia menemukan calon pemilik kebun yang mungkin bersedia menerimanya. Dia mendapat kabar bahwa pemilik kebun ini adalah seorang pedagang kayu yang pandai dan bijak. Sang penebang kayu pun  merasa bahwa ini adalah tempat yang pas bagi dirinya untuk bekerja

“Apa kelebihanmu?” Tanya sang pemilik kebun

“fisik saya sangat kuat, dan saya sangat bersemangat. Saya mampu menebang 12 pohon dalam waktu sehari.” Ucap sang penebang kayu dengan sangat yakin

“Oke kamu saya terima, saya ingin lihat kemampuan dalam beberapa minggu ke depan.” Ucap sang pemilik kebun

Pemilik kebun akhirnya mendapatkan seorang pekerja yang dicari selama ini untuk menebang pohon di kebunnya yang sangat luas.

Karena gaji yang dijanjikan dan kondisi kerja yang bakal diterima sangat baik, sehingga si calon penebang pohon itu pun bertekad untuk bekerja sebaik mungkin. Keesokan harinya dia pun berusaha memulai pekerjaannya lebih pagi dengan  tujuan agar mampu mendapatkan hasil yang banyak hingga sore hari nanti. Tampaknya sang penebang kayu tergiur dengan potensi penghasilan yang bisa dia dapatkan nanti. Hal ini karena sang pemilik kebun menawarkan gaji sesuai dengan jumlah pohon yang bisa dia tebang. Apabila dia mampu menebang dalam jumlah banyak, maka penghasilannya pun akan semakin besar.

Sebelum mulai bekerja, si majikan memberikan sebuah kapak dan menunjukkan area kerja yang harus diselesaikan dengan target waktu yang telah ditentukan kepada si penebang pohon. Jam kerjanya dimulai pukul 08.00 pagi dan berakhir pukul 17.00 sore.

Hari pertama bekerja sang penebang kayu mulai bekerja pukul 06.00 atau dua jam lebih awal dan dia berhasil merobohkan 13 batang pohon. Sang penebang kayu tampak puas dengan hasil yang mampu dia peroleh. Sore hari, mendengar hasil kerja si penebang, sang majikan terkesan dan memberikan pujian dengan tulus, “Hasil kerjamu sungguh luar biasa! Saya sangat kagum dengan kemampuanmu menebang pohon-pohon itu.

Belum pernah ada yang sepertimu sebelum ini. Teruskan bekerja seperti itu”. Sangat termotivasi oleh pujian majikannya, keesokan hari si penebang bekerja lebih keras lagi, dia memulai bekerja pukul 05.00 pagi dan mencoba mengakhir jam kerjanya pukul 18.00 tetapi dia hanya berhasil merobohkan 12 batang pohon. Pencapaiannya terlihat menurun walaupun dia mencoba menambah jam kerjanya.

Hari ketiga, dia bekerja lebih keras dari hari-hari sebelumnya. Dia mulai bekerja dari subuh yaitu sekitar pukul 04.00 dan mengakhiri pekerjaannya pukul 19.00 malam. Tetapi, hasilnya tampaknya tetap tidak memuaskan dan bahkan mengecewakan. Semakin bertambahnya hari, semakin sedikit pohon yang berhasil dirobohkan.

“Sepertinya aku telah kehilangan kemampuan dan kekuatanku, bagaimana aku dapat mempertanggungjawabkan hasil kerjaku kepada majikan?” pikir penebang pohon merasa malu dan putus asa.

Atau jangan-jangan pekerjaanku ini ada yang mensabotase? Jangan-jangan bos mencoba mensabotase pekerjaanku karena dia takut aku mendapatkan penghasilan yang sangat banyak. Pikiran negative pun terus bermunculan dalam dirinya.

Dengan perasaan tidak enak dan bercampur amarah, dia menghadap ke sang majikan.

“Mengapa hasil kerja saya menurun pak?” Tanya sang penebang kayu.

Mendengar pertanyaan tersebut, sang pemilik hanya tersenyum.

“Maksud bapak tersenyum seperti itu apa?” Tanya sang penebang kayu dengan gusar.

“Saya hanya ada satu pertanyaan untuk kamu, apa yang kamu lakukan setiap harinya?” Tanya sang pemilik

“Maksudnya? Saya jelas donk setiap hari bekerja keras menebang pohon pak,” Ungkap penebang kayu dengan nada yang makin meninggi.

“Saya Tanya lagi ke kamu, apa yang kamu lakukan setiap hari?” Tanya sang pemilik dengan senyuman tersungging di bibirnya

“Loh kok Tanya lagi sih pak? Sudah jelas donk. Saya bekerja siang dan malam di kebun bapak menebang setiap pohon.”

“Oke saya Tanya sekali lagi dan pertanyaan saya akan saya perjelas ke kamu. Apa yang kamu lakukan dengan kapak yang saya berikan ke kamu kemarin?” Tanya sang pemilik kebun dengan pelan dan bernada bijaksana.

“Maksudnya pak? Saya pake setiap hari untuk menebang pohon donk kapaknya. Bukannya fungsinya memang itu?” Tanya penebang kayu dengan raut muka bingung.

“Pernahkah kamu mengasah kapaknya didalam hari-harimu?” Tanya sang pemilik kebun.

“Mengasah kapak? Saya tidak punya waktu untuk itu, saya sangat sibuk setiap hari menebang pohon dari pagi hingga sore dengan sekuat tenaga”. Kata si penebang.

Satu hal yang kamu harus pelajari kembali adalah cara kamu dalam bekerja. Oke setiap harinya saya lihat kamu memang bekerja sangat keras dari pagi hingga malam. Kamu tidak segan mengeluarkan semua tenaga yang dibutuhkan. Namun sadarkah kamu bahwa untuk mampu menebang pohon kamu tidak hanya membutuhkan kerja keras? Kamu juga membutuhkan kapak yang tajam agar kamu bisa menebang lebih banyak pohon dengan cepat. Itu sebabnya kamu tidak boleh lupa mengasah kapak yang kamu gunakan tersebut setiap harinya. Jangan hanya focus bekerja keras, namun cobalah bekerja cerdas.

Ingat, hari pertama kamu kerja? Dengan kapak baru dan terasah, maka kamu bisa menebang pohon dengan hasil luar biasa. Hari-hari berikutnya, dengan tenaga yang sama, menggunakan kapak yang sama tetapi tidak diasah, kamu tahu sendiri, hasilnya semakin menurun. Maka, sesibuk apapun, kamu harus meluangkan waktu untuk mengasah kapakmu, agar setiap hari bekerja dengan tenaga yang sama dan hasil yang maksimal.

Maka, kamu boleh saja bekerja keras, tapi belum tentu kamu produktif. Mengapa demikian? Karena kamu bekerja keras tapi hasilmu terus menurun seperti yang terjadi saat ini.

Sekarang mulailah mengasah kapakmu dan segera kembali bekerja!” perintah sang majikan. Sambil mengangguk-anggukan kepala dan mengucap terimakasih, si penebang berlalu dari hadapan majikannya untuk mulai mengasah kapak.

Kisah diatas dapat menjadi pembelajaran tentang bagaimana produktivitas tim kita sangat penting untuk tetap dijaga melalui sebuah proses pembelajaran. Karena pembelajaran itu layaknya kita mengasah kapak atau gergaji tadi. Namun masalahnya, setiap hari, dari pagi hingga malam hari, bisa jadi tim kita yang tentunya atas arahan kita juga sebagai leadernya seolah terjebak dalam rutinitas terpola.

Sibuk, sibuk dan sibuk, sehingga seringkali baik kita sebagai leadernya maupun tim kita akhirnya melupakan sisi lain yang sama pentingnya, yaitu istirahat sejenak mengasah dan mengisi hal-hal baru untuk menambah pengetahuan, wawasan dan spiritual. Maka, sesibuk-sibuknya diri kita sebagai seorang leader, wajib hukumnya untuk tetap mengembangkan tim yang kita Kelola saat ini hingga akhirnya ia bisa menjaga produktivitas kerjanya yang pada akhirnya bisa meningkatkan performa organisasi di masa depan nanti.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *